Tentang meta(f)rasa


Sejujurnya, tidak ada sesuatu yang penting atau genting ketika kami bersepakat menghadirkan proyek ini. Dorongan utamanya hanyalah keinginan mengkonversi ide dan perasaan dalam bentuk teks (juga gambar). Tapi entah kenapa, pembahasan tentang itu terasa begitu menyenangkan, seperti efek jatuh cinta. Maka, sebagai orang yang kasmaran, ada semacam kegilaan dalam diri untuk membuat banyak hal yang mustahil jadi mungkin. Hingga, hanya dalam satu malam, kami berhasil merampungkan pernak-pernik proyek ini, seperti pemilihan nama, logo, juga media yang akan digunakan.
 
Dari beberapa nama yang diusulkan, kami sepakat menggunakan meta(f)rasa. Alasannya, karena padanan kata ini terasa nyaman di mata, telinga dan ejaan. Tapi tentu ada juga alasan lain: kami ingin melampaui kata-kata dan perasaan pada saat bersamaan. Seperti kata Chairil Anwar:
 
“Pujangga muda harus datang sebagai pemeriksa cermat, pengupas-pengikis sampai ke saripati. Segalanya sampai ke tangannya dan merasai gores-bedahan pisaunya yang berkilat-kilat. Segalanya! Juga pohon-pohon beringin keramat yang hingga kini tidak boleh didekati! Tapi, pujangga di masa depan akan memanjatnya dan memotong cabang-cabang yang merindang-merimbun tak perlu.”
 
“(Meski) Sudah berdesing-desing dikuping suara meneriakkan: Berhenti! Berhenti! Hai, perusak, peruntuh! Aku tetap berani memasuki rumah suci hingga ruang tengah, tidak tinggal di pekarangan saja. Aku terus Ida: aku terus, mengerti!”
 
Kami bukan Chairil Anwar, pastinya, dan tidak akan pernah coba-coba menjadi dia (hal yang tentu tidak pernah dia inginkan). Sebab, dari penggalan pidato tahun 1943 tadi, Chairil seakan menyadari bahwa pada suatu masa terdapat bagian dari karya-karyanya yang akan jadi “cabang yang merindang-merimbun tak perlu”. Dan, seseorang harus memanjat dan memotongnya.
 
Tapi penyair besar itu memberi sumbangan ide yang sangat besar dalam diskusi-diskusi kami, terutama tentang kreasi yang tidak berbasis spontanitas belaka. Karena, sekali lagi mengutip Chairil, “Pujangga muda harus datang sebagai pemeriksa cermat, pengupas-pengikis sampai ke saripati!”
 
Berdasar argumentasi itulah nama meta(f)rasa disepakati. Kami ingin melampaui beberapa hal yang telah lampau. Persoalan berhasil atau tidak, kami tidak begitu peduli. Kami hanya ingin memasuki tempat-tempat keramat dan gelap, sambil membakar ide sebagai penerangan. Setelah itu, kami akan bernyanyi, menari dan membaca puisi di tengah-tengah kreasi yang berkobar dalam unggunan api.

Kami akan terus Chairil: kami akan terus, mengerti!

Post a Comment

0 Comments